Page Nav

HIDE

Post/Page

Weather Location

News:

latest

Menkes Bilang Hampir Semua Obat Dan Vaksin Tidak Halal. Benarkah ???

DEMI memperjuangkan barang haram yang terkandung dalam vaksin, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal pada produk farmasi pada Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).

Ia menyatakan bahwa produk f…

DEMI memperjuangkan barang haram yang terkandung dalam vaksin, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal pada produk farmasi pada Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).

Ia menyatakan bahwa produk farmasi seperti obat dan vaksin memang mengandung barang haram sehingga tidak bisa disertifikasi halal.

“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisatornya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” ujar Nafsiah di Jakarta, Selasa (3/12/2013).

Menurutnya, bila sertifikasi halal itu diterapkan, vaksin yang mengandung babi itu tidak bisa digunakan karena tidak memiliki sertifikasi halal.

Nafsiah berdalih, seorang yang berhaji terkena influenza tidak bisa diobati lantaran obatnya mengandung babi.

“Kita menolak sertifikasi halal itu untuk vaksin dan obat-obatan,” tandasnya -

nusantara-mancanegara.pelitaonline.com/news/2013/12/04/menkes-bilang-hampir-semua-obat-mengandung-babi#.Up9AVrTh3cc


Fakta nya :
Indonesia Sudah Memproduksi Vaksin Halal

Saat ini masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kehalalal vaksin untuk imunisasi bayi dan balita.

Hal tersebut lantaran kini vaksin yang sudah beredar luas, sudah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal tersebut diungkapkan epidemiologis medis Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan, Julitasari Sundoro beberapa waktu lalu.

"Vaksin yang diproduksi PT Bio Farma (Persero) Bandung itu sudah mendapatkan fatwa halal oleh MUI, sehingga aman digunakan untuk imunisasi bayi dan balita," ujarnya di Yogyakarta belum lama ini.

Menurut Julitasari, vaksin yang diproduksi Bio Farma itu adalah BCG, diferi, pertusis, tetanus (DPT), polio oral, hepatitis B dan campak. Bahkan, vaksin tersebut telah mendapatkan prakualifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Prakualifikasi merupakan penilaian independen untuk kualitas, keamanan dan keampuhan vaksin guna memastikan vaksin bisa dipakai untuk target penduduk dan untuk memenuhi kebutuhan program imunisasi. Prakualifikasi juga diperlukan untuk memastikan kepuasan berkesinambungan dengan spesifikasi dan standar kualitas yang telah ditetapkan.

Sesuai aturan yang berlaku, WHO menetapkan vaksin yang akan diproses untuk mendapatkan prakualifikasi, harus memenuhi persyaratan badan regulasi nasional. National Regulatory Authority (NRA) itu ada di masing-masing negara pembuat vaksin. Untuk Indonesia, misalnya, perlu memenuhi persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Dengan adanya prakualifikasi WHO itu berarti vaksin yang diproduksi Bio Farma aman digunakan dan layak ekspor. Vaksin itu telah diekspor ke 120 negara, termasuk negara-negara Muslim," kata Julitasari.

Dengan dikeluarkannya sertifikasi halal dari MUI menunjukkan bahwa vaksin tersebut sudah aman digunakan bagi warga muslim di tanah air. Ditambah dengan prakualifikasi dari WHO, setidaknya membuat vaksin tersebut tak lama lagi akan diakui kualitas dan keampuhannya. "JIka halal dan aman, maka Indonesia tidak perlu lagi mengimpor vaksin," imbuhnya.

Perihal masih adanya pro dan kontra soal imunisasi di tengah masyarakat Indonesia, Julitasari mengungkapkan jika hal tersebut adalah hal yang wajar. "Namun jika ada yang tidak paham, silahkan menghubungi Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional," ujarnya.

Ia mengatakan, hal itu penting karena selama ini ada sejumlah pihak yang tidak kompeten di bidang vaksin dan imunisasi memberikan pernyataan yang kurang tepat. Hal itu tentu akan membingungkan masyarakat yang awam terhadap vaksin dan imunisasi.

"Orang yang tidak paham vaksin dan imunisasi seharusnya tidak memberikan pernyataan mengenai hal itu, agar tidak membingungkan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar terkait dengan vaksin dan imunisasi," kata Sekretaris II Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional itu.

Mengenai vaksin meningitis, ia mengatakan, vaksin yang digunakan di Indonesia sudah mendapatkan fatwa halal dari MUI. Jadi, masyarakat khususnya calon jamaah haji tidak perlu ragu untuk mendapakan vaksinasi meningitis.

"Vaksin meningitis yang dipakai di Indonesia itu halal, karena sudah diaudit oleh MUI. Tim dari MUI telah melakukan pengecekan secara langsung terhadap proses produksi vaksin tersebut," kata Julitasari.


www.beritasatu.com/kesehatan/35883-indonesia-sudah-memproduksi-vaksin-halal.html

Bagaimana mengenai "isyu" halal-haram vaksin ?

Ini memamg masih menjadi hal yg sering dipertanyakan pada sebagian kecil kalangan tapi cukup vokal dlm mengkampanyekan gerakan anti imunisasi.Yang harus difahami adalah substansi yg dikategorikan haram itu adalah enzymnya (trypsin dari hewan babi) yang dipakai dlm awal rangkaian proses produksi dan pada produk akhir tdk ada kandungan substansi tsb lagi, jg sdh tdk bersentuhan dgn susbstansi tsb. Waktu Kongres Ilmu Kesehatan Anak Juli 2011 di Manado, Prof DR Dr Burhan Hidayat dari Surabaya menyatakan dlm kehidupan sehari hari kitapun terpaksa mengkonsumsi sesuatu yg blm seratus persen terbebas dari bahan yang haram, katakanlah dmkn. Beliau memberi contoh penggunaan air PAM di kota besar, sumber airnya adalah sungai yg mengalir di kota tsb yg sdh tercemar berbagai polutan dan kotoran, tdk tertutup kemungkinan ada najis/bahan haram tsb. Tetapi PAM memproses air sedemikian rupa shg air tsb jadi layak kita konsumsi. Apakah ada jaminan air yang kita minum terbebas dari proses yg bersentuhan dgn benda najis/haram?

Lalu adakah fatwa ulama mengenai hal ini ?

Ada !

MUI sdh memberikan fatwa masalah ini thn 2002 dan 2005. Fatwa tsb dikeluarkan dgn memperhatikan kaidah agama sbb :
Tdk dibolehkan membahayakan diri sendiri dan membahayakan org lain (La dharara wala dhirara).
Kaidah fiqhiyah : bahaya hrs dihilangkan (Adh dharar yuzal).
Kaidah fiqyah : bahaya harus dicegah sedapat mungkin (Adh-Dharar yudfa'u biqadril imkan).
Kaidah fiqyah : dimana sj terdapat kemaslahatan disana trdpt hukum Allah SWT (Ainama wujudat al mashlahah fatsamma hukmullah),
Kaidah fiqyah : keperluan dapat menduduki posisi darurat (al hajh qad tanzilhu manzilah adh dharurah).

Isi keputusan fatwa MUI tsb :

1. Pemberian vaksin IVP (vaksin polio suntik) kepada anak2 yg sedang menderita immunokopromais (gangguan sistim imun tubuh) pada saat ini
dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.

2. Imunisasi dgn pemberian vaksin OPV (vaksin polio oral) kepada seluruh balita pada saat ini dibolehkan sepanjang belum ada OPV jenis lain yg diproduksi dgn menggunakan media dan proses yang sesuai dgn syariat Islam. Dari fatwa ini jg direkomendasikan agar pemerintah bersama WHO dan negara2 Islam atau berpenduduk muslim mengupayakan secara maksimal utk memproduksi vaksin yg sesuai dengan syariat Islam (yang halal secara syariat).

Sekarang semuanya sdh jelas, agamawan sdh menyatakan dmkn, kita sbg umat sdh diberikan panduan yg jelas. Kedepan kita berharap dpt solusi yg terbaik dalam menghadapi masalah ini. Semoga para ilmuwan, khususnya ilmuwan muslim memperoleh kemajuan dlm riset pembuatan vaksin yg terbebas dari bahan yg dikategorikan haram

[URL="https://www.facebook.com/permalink.php?id=388920459745&story_fbid=10151959380189746





1 komentar

  1. Itu sih udah dari dulu coy,,obat untuk sakit jantung juga ada unsur babinya,,trus mau apa..kalau gak mau yah ciptain dong obat yang halal jangan tau nya protes yg haram trus,,suruh tu mui ciptakan sendiri,,

    BalasHapus