Page Nav

HIDE

Post/Page

Weather Location

News:

latest

Konversi Minyak Tanah ke Elpiji, Elpiji ke Gas Alam, Lalu Apa Lagi?

Jakarta – Pasca heboh harga elpiji 12 kg, pemerintah menggulirkan wacana konversi energi. Jika dulu masyarakat dipaksa mengganti minyak tanah ke elpiji, ke depan elpiji akan dikonversi ke gas alam. Kalau gas tandas, apa lagi diko…

Jakarta – Pasca heboh harga elpiji 12 kg, pemerintah menggulirkan wacana konversi energi. Jika dulu masyarakat dipaksa mengganti minyak tanah ke elpiji, ke depan elpiji akan dikonversi ke gas alam. Kalau gas tandas, apa lagi dikonversi?


Wacana konversi dari elpiji ke gas alam ini muncul, pasca heboh kenaikan harga elpiji 12 kg. Bambang Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan mengatakan, konversi ke gas alam bisa menjadi solusi agar kehebohan yang sama tidak terjadi lagi.

“Kalau di Amerika Serikat (AS) memasak nggak pakai elpiji, pasang gas langsung ke kompor. Itu gas alam. Itu bisa untuk Indonesia ke depan,” kata Bambang Brodjonegoro.

Menurut Bambang, dengan potensi gas alam yang besar di Indonesia, harusnya rencana konversi ini sudah mulai disusun secara komprehensif. “Kalau menurut saya memang harus dimulai,” tegasnya.

Dalam jangka pendek, rencana konversi ke gas alam memang tidak bisa dilakukan. Sebab saat ini, masih ada elpiji 3 kg yang masih disubsidi oleh pemerintah. “Kalau ada elpiji 3 kg yang disubsidi, siapa yang mau pindah ke gas alam? Itu pasti mahal harganya,” ujar Bambang.

Selain itu, Bambang mengaku belum ada pihak swasta yang berminat membangun infrastruktur pipa gas, padahal sudah ditawari pemerintah.

Indonesia memang belum punya infrastruktur pipa gas yang memungkinkan masyarakat menikmati energi secara baik dan efisien. Padahal, dengan investasi pipa gas sekitar Rp 30 triliun, bangsa ini dapat menikmati manfaatnya hingga 100 tahun. Kota-kota besar yang padat seperti Jakarta, sebenarnya sangat tepat untuk dicatu dengan gas.

Fakta yang terjadi, justru pipa gas alam dibangun dari Natuna ke Singapura. Sementara, pengerjaan proyek pipa gas transmisi dari Kalimantan-Jawa (Kalija) mangkrak bertahun-tahun. Tersandung minimnya anggaran hingga perizinan. Padahal proyek tersebut sangat strategis, yakni memasok energi bagi pembangkit listrik di Jawa. Termasuk kebutuhan untuk disalurkan ke rumah tangga.

Liquid Petroleum Gas (LPG) atau yang biasa kita sebut elpiji, merupakan gas minyak bumi yang dicairkan. Berbeda dengan gas alam yang dikompresi atau yang biasa disebut dengan CNG (compressed natural). CNG selama ini sudah digunakan untuk kendaraan-kendaraan BBG (bahan bakar gas), misalnya Busway Transjakarta. Sementara gas alam yang dicairkan disebut LNG (Liquid Natural Gas/Gas Alam Cair). LNG digunakan antara lain untuk bahan bakar kapal laut.

Gas alam kita, secara besar-besaran diekspor dalam bentuk LNG. Menurut data dari Kementerian ESDM, porsi penjualan gas dalam negeri tahun 2012 adalah 40,7 persen dan untuk ekspor sebanyak 59,3 persen.

Jika tata kelola gas tidak segera dibenahi, gas kita dipastikan akan bernasib sama dengan minyak. Yakni habis menguap untuk keperluan bangsa lain. Sementara untuk mencukupi kebutuhan energi sendiri, kita harus mengimpor. Kalau impor sudah mahal, rakyat pun digiring ikut program konversi lagi.

Konversi dari minyak tanah ke elpiji, elpiji ke gas alam, setelah itu kepada energi apa lagi kita bergantung? Tanpa ketahanan energi yang kuat, sejatinya negeri ini bergerak tanpa tenaga. Tentu rakyat berharap para elite bijaksana dalam membuat kebijakan. Bukan injak sana untuk sini.

http://nefosnews.com/post/berita-analisa/konversi-elpiji-ke-gas-alam-lalu-apa-lagi
Apakah Cuma Permainan demi Proyek Besar???

Tidak ada komentar