Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits Bahwa Allah Tak Bertempat
Daftar Isi
Berikut ini adalah sebagian dalil Al-Qur’an dan Hadits yang menyebabkan Ahlussunnah wal Jamaah (Asy’ariyah-Maturidiyah) berkesimpulan bahwa Allah ada tanpa tempat.
Dalil pertama, sabda Rasulullah ﷺ:
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ
“Allah sudah ada dan tak ada apa pun selain Dia.” (HR. Bukhari)
Hadits shahih ini menegaskan bahwa Allah telah ada sebelum apa pun. Di manakah Allah saat itu? Ini pertanyaan tak relevan sebab semua tempat belum tercipta saat itu. Apakah tidak bisa dikatakan bahwa sebelumnya Allah memang tak bertempat lalu kemudian menciptakan tempat lalu menempati tempat itu? Tentu tidak bisa, sebab kesimpulan seperti ini tak ada dalilnya, baik secara naqli atau aqli. Karenanya, Ahlussunnah meyakini bahwa sejak awal Allah tak bertempat dan selamanya demikian.
Dalil kedua, firman Allah ﷻ:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Nampak dan Yang Samar.” (QS: Al-Hadid: 3)
Ayat di atas ditafsiri oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai berikut:
اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ
"Ya Allah, Engkau adalah yang awal maka tidak ada sebelum-Mu sesuatu apa pun. dan Engkau adalah yang akhir maka tidak ada setelah-Mu sesuatu apa pun. Dan Engkau adalah Yang Nampak maka tidak ada di atas-Mu sesuatu apa pun dan engkau adalah Yang Tak Tampak maka tidak ada di bawah-Mu sesuatu apa pun.” (HR. Muslim)
Hadits ini dengan amat jelas menyatakan bahwa di atas atau di bawah Allah tak ada apa pun. Berbeda dengan hadits pertama di atas yang bercerita tentang asal mula penciptaan, hadits ini adalah bagian dari doa Nabi ketika hendak tidur. Ini menunjukkan bahwa keberadaan Allah yang ada tanpa bertempat di mana pun tetap berlangsung selamanya, bukan hanya saat awal mula sebelum Allah menciptakan seluruh hal.
Dalil ketiga, Firman Allah ﷻ:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tak ada sesuatu pun yang serupa sedikit pun dengan-Nya.” (QS. As-Syura: 11)
Ayat ini menafikan semua bentuk keserupaan secara mutlak. Seluruh alam materi yang kita kenal seluruhnya bertempat. Bertempat berarti punya dimensi tertentu, massa tertentu, batasan tertentu dan dalam ruang tertentu. Bila Allah tak sama sedikit pun dengan apa pun berarti tak mungkin Allah bertempat sebab yang bertempat pasti menempati ruang. Ruang itu sendiri harus lebih besar, lebih kokoh, dan ada sebelum keberadaan-Nya atau paling tidak, ada bersamaan dengan diri-Nya dan tetap kekal bersama-Nya. Ini tentu bermasalah sebab berarti mengatakan ada dua hal yang qadîm, yakni Allah dan ruang tempat Allah.
Dalil keempat, Firman Allah ﷻ:
اللَّهُ الصَّمَدُ
"Allah yang Maha Dibutuhkan.” (QS. Al-Ikhlas: 2)
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah Maha-tak butuh pada apa pun selain Diri-Nya.” (QS. Ali Imran: 97)
Kedua ayat tersebut menegaskan bahwa segala sesuatu selain Allah ('alam) membutuhkan Allah yang menciptakan, mendesain, merawat dan menentukan segala sesuatu terkait keberadaannya. Sedangkan Allah sendiri sama sekali tak butuh semua itu. Ruang dan waktu adalah salah satu ciptaan Allah yang didesain serta diatur cara kerjanya sesuai kehendak Allah tanpa sedikit pun Allah berada di dalamnya atau terpengaruh oleh keduanya. Allah telah ada sebelum semua itu ada dan tak berubah setelah semua ada dan terus ada setelah semua binasa.
Bila dipahami bahwa keberadaan Allah haruslah bertempat di suatu ruang, maka itu berarti keberadaan Allah membutuhkan adanya ruang. Kebutuhan Allah akan apa pun adalah mustahil bagi Allah, sesuai dengan ayat di atas.
Dalil kelima adalah segala pengungkapan Allah tentang lokasi diri-Nya yang berbeda-beda, baik dalam Al-Qur’an dan dalam hadits.
Kadang keberadaan Allah diungkapkan seolah di atas langit, kadang seolah di bumi bersama manusia dalam semua aktivitasnya, kadang seolah persis di depan manusia, kadang seolah meliputi kita, kadang seolah dekat sekali bahkan lebih dekat dengan urat leher kita, kadang diungkapkan bahwa posisi terdekat dengan Allah adalah saat sujud, dan banyak ungkapan lainnya. Ini semua kalau dibaca secara objektif hanyalah sekedar ungkapan saja akan eksistensi Allah yang Maha Tinggi, Maha Agung, Maha Dekat, Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi.
Memaknai semua ungkapan tersebut sebagai lokasi secara fisik merupakan kemustahilan sebab akan terlihat bahwa ayat dan hadits akan saling bertentangan. Sedangkan membagi-bagi sekehendak hati dengan memahami seluruh dalil yang mengungkapkan seolah di atas sebagai lokasi Allah secara fisik sedangkan seluruh dalil yang seolah di bumi sebagai ungkapan kiasan berupa ilmu dan pengawasan, adalah tindakan yang tak ada satu pun dalilnya dari al-Qur'an dan hadits.
Syekh Ibnu Abdil Barr secara objektif berkata:
وَفِيهِ الرَّدُّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ عَلَى الْعَرْشِ بِذَاتِهِ وَمهما تُؤُوِّلَ بِهِ هَذَا جَازَ أَنْ يُتَأَوَّلَ بِهِ ذَاكَ
“Dalam hadits [yang menyebutkan Allah berada di depan orang shalat], ada gugatan bagi orang yang menyangka bahwa Allah ada di atas Arasy dengan Dzat-Nya. Ketika dalil ini [yang mengatakan Allah di depan orang shalat] boleh ditakwil dengan dalil itu [yang mengatakan Allah di atas Arasy], maka demikian juga dalil ini boleh dibuat untuk mentakwil dalil yang itu.” (Ibnu Hajar, Fath al-Bâry, juz I, halaman 508).
Itulah beberapa dalil naqli dari Al-Qur’an hadits yang menjadi bukti bahwa Allah ada tanpa tempat. Adapun pernyataan manusia biasa, siapa pun itu, yang bertentangan dengan dalil di atas, maka dapat dipastikan tidak tepat. Selain dalil-dalil aqli, kesimpulan bahwa Allah tak bertempat juga didukung oleh dalil-dalil rasional yang tak terbantahkan. Wallahu a’lam.
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember